NAMA
: Damaris Widiyanti
UNIVERSITAS :
Universitas Gunadarma
DOSEN
: Ahmad Nasher
MAKALAH
AGAMA KRISTEN PROSTESTAN

DISUSUN OLEH :
Nama: Damaris Widiyanti
NPM : 11816672
KELAS : 1MA01
JURUSAN : ILMU KOMUNIKASI
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul………………………………………………………………………………
Daftar
Isi……………………………………………………………………………...….….
BAB I
PEMBAHASAN………….……………………………………………………….………..
I.1. Latar Belakang GPDI…………………………………………………………………..
I.2. Sejarah Gereja GPDI………………………….…..………………………………….…
I.3. Pergerakan Gereja………………………………………………………………………
I.4. Struktur Organisasi Gereja Pantekosta di
Indonesia……………………………………
I.5. Misi Pelayanan GPDI Antiokhia……………………………………………………….
BAB II
Kesimpulan………………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….............
BAB
I
PEMBAHASAN
I.1.
LATAR
BELAKANG GPDI
Berdirinya Gereja Pantekosta di Indonesia tidak terlepas dari
kedatangan dua keluarga missionaris dari Gereja Bethel Temple Seattle, USA ke
Indonesia pada tahun 1921 yaitu Rev. Cornelius Groesbeek dan Rev. Richard Van
Klaveren keturunan Belanda yang berimigrasi ke Amerika.
Dari Bali maka pelayanan beralih ke Surabaya di pulau Jawa
tahun 1922, kemudian ke kota minyak Cepu pada tahun 1923. Di kota inilah F.G
Van Gessel pegawai BPM bertobat dan dipenuhkan Roh Kudus disertai/disusul
banyak putera – puteri Indonesia lainnya antara lain : H.N. Runkat, J. Repi, A.
Tambuwun, J. Lumenta, E. Lesnusa, G.A Yokom, R.Mangindaan, W. Mamahit, S.I.P
Lumoindong dan A.E. Siwi yang kemudian menjadi pionir-pionir pergerakan
Pantekosta di seluruh Indonesia.
Karena kemajuan yang pesat, maka pada tanggal 4 Juni 1924
Pemerintah Hindia Belanda mengakui eksistensi “De Pinkster Gemeente in
Nederlansch Indie” sebagai sebuah “Vereeniging” (perkumpulan) yang sah. Dan
oleh kuasa Roh Kudus serta semangat pelayanan yang tinggi, maka jemaat-jemaat
baru mulai bertumbuh dimana-mana.
Tanggal
4 Juni 1937, pemerintah meningkatkan pengakuannya kepada pergerakan Pantekosta
menjadi “Kerkgenootschap” (persekutuan gereja) berdasarkan Staatblad 1927 nomor
156 dan 523, dengan Beslit Pemerintah No.33 tanggal 4 Juni 1937 Staadblad nomor
768 nama “pinkster Gemente” berubah menjadi “Pinksterkerk in Nederlansch
Indie”.
Pada zaman pendudukan Jepang tahun 1942, nama Belanda itu
diubah menjadi “Gereja Pantekosta di Indonesia”. Ketika itu Ketua Badan
Pengoeroes Oemoem ( Majelis Pusat) adalah Pdt. H.N Runkat. Selain perkembangan
perlu juga dicatat beberapa perpecahan yang kemudian melahirkan gereja-gereja
baru dimana para pendirinya berasal dari orang-orang GPdI antara lain: Pdt. Ho
Liong Seng (DR.H.L Senduk) pendiri gereja GBI yang bersama Pdt. Van Gessel pada
tahun 1950 berpisah dengan GPdI dan mendirikan GBIS, Pdt. Ishak Lew pada tahun
1959 keluar dan mendirikan GPPS, sebelumnya pada tahun 1936 Missionaris R.M.
Devin dan R. Busby keluar dan membentuk Assemblies of God, tahun 1946 Pdt. Tan
Hok Tjoan berpisah dan membentuk Gereja Isa Almasih dan lain-lain sebagainya.
Peranan
para pioner pun patut dikenang, sebab karena perjuangan mereka pohon GPdI telah
bertumbuh dengan lebat, mereka antara lain: Pdt. H.N. Runkat yang merambah
ladang di Pulau Jawa, (Jakarta, Jabar, Jateng, dll), tahun 1929 Pdt. Yulianus
Repi dan Pdt. A. Tambuwun disusul oleh Pdt. A. Yokom, Pdt. Lumenta, Pdt.
Runtuwailan menggempur Sulawesi Utara, tahun 1939, dari Sulut / Ternante Pdt.
E. Lesnussa ke Makasar dan sekitarnya. Tahun 1926 Pdt. Nanlohy menjangkau kepulauan
Maluku (Amahasa) yang kemudian disusul oleh Pdt. Yoop Siloey, dll.
Tahun 1928 Pdt. S.I.P Lumoindong ke D.I Yogyakarta tahun 1933
Pdt. A.E. Siwi menabur ke pulau Sumatera (Sumsel, Lampung, Sumbar dan kemudian
tahun 1939 ke Sumut), tahun 1932 Pdt. RM Soeprapto mulai membantu pelayanan di
Blitar kemudian Singosari dsk, tahun 1937 ke Sitiarjo Malang Selatan. Tahun
1935 Pdt. Siloey dkk, merintis pelayanan ke Kupang NTT, tahun 1930 Pdt. De Boer
disusul Pdt. E. Pattyradjawane dan A.F Wessel ke Kalimantan Timur. Tahun 1940
Pdt. JMP Batubara menebas ladang Kalimantan Barat (Pontianak), Pdt. Yonathan
Itar pelopor Injil Pantekosta di Irian Jaya, dan lain-lain yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Oleh pengorbanan mereka GPdI bertumbuh dengan pesat.
I.2.
SEJARAH
GEREJA GPDI
Secara etimologi, kata gereja berasal dari kata igreja (bahasa
Portugis),sedangkan jemaat berasal dari kata jemaah (bahasa Arab) kedua
kata ini tidak asing lagi dalam pengidentifikasian sebagai orang kristen dan
yang masih lazim di gunakan di Indonesia sampai saat ini. Akan tetapi
penggunaan kedua kata itu yaitu gereja dan jemaat dalam bahasa Indonesia
tergantung pada tujuan dari pembicaraan, bila memakai kata gereja kebanyakan
berkonotasi pada gedung atau organisasi/ denominasi, sementara kata jemaat
sering menunjukkan kepada persekutuan anggota gereja/orang-orang yang percaya
terhadap ajaran YESUS.
Terdapat berbagai paham yang berbeda dalam menentukan
asal-usul berdirinya gereja dan biasanya paham-paham tersebut didasarkan atas
sistim penafsiran Alkitab walaupun berbeda, misalnya penganut Convenan
Thealogy menafsirkan bahwa gereja telah di mulai sejak zaman Abraham (
perjanjian Lama). Ada pula paham yang menafsirkan bahwa gereja telah dimulai
ketika Yesus telah membuat pernyataan seperti yang tertulis di kitab injil
Matius 16:18, tafsiran yang lain mengatakan bahwa gereja telah di mulai tatkala
Yesus memulai memilih duabelas orang yang menjadi murinya. Tetapi Gereja
Pantekosta di Indonesia (GPdI) dan kebanyakan aliran lainnya teguh berkeyakinan
pada doktrin yang selama ini dianutnya bahwa gereja pertama kali dimulai pada
peristiwa pencurahan Roh Kudus dikamar loteng Yerusalem, kira-kira pada Tahun
30 sebelum masehi. Akan tetapi pada awal berdirinya gereja bersifat organisasi
dan setelah perkembangan yang pesat diabad pertama maka mulai diperluakan
sarana/wadah dalam bentuk tempat ibadah sekaligus organisasinya. Setelah gereja
mulai di perbincangkan gereja semakin Produktif dalam menambah
jemaat-jemaatnya, perkembangan ini awalnya dimulai di yerusalem sekitar abad
pertama masehi, dari Yerusalem sentra pengabaran injil perkembangannya kemudian
merambah ke wilayah Anthokia dan selanjutnya ke kota Efesus. Penyebaran gereja
pada masa itu di motori oleh Paulus yang telah menereima ajaran kristen dan hal
ini disebut dengan gereja mula-mula. Meski mendapat tantangan dan kesulitan
yang hebat.
Sejak kaisar Konstantin menerima ajaran kristen,
gereja mengalami kemerosotan karena banyaknya kemudahan yang di berikan kepada
gereja sehingga para pemuka gereja pada waktu itu terlena dengan kondisi yang
demikian. Kemudian kemerosostan gereja ditambah lagi ketika uskup Leo menjadi
Uskup yang pertama pada tahun 440 Masehi, ia mencampurkan injil dengan
kepercayaan Romawi. Selain itu juga pada waktu itu Gereja telah mencampuri
urusan Politik yang merupakan penyebab utama penurunan kualitas rohani para
pemuka gereja. Pimpinan gereja menjadi pimpinan Negara. Gereja tenggelam dan
telah memasuki zaman kegelapan, akan tetapi secara fisik gereja tetap ada dalam
kemewahan, tetapi buruk secara ke Rohaniannya dan situasi ini pun berlangsung
hingga sampai abad ke 15 masehi.
Abad 15 Masehi merupakan abad pemulihan gereja kembali. Pada tahun
1384 Alkitab pertama kali di terjemahkan oleh John Wicliffe yang merpakan
seorang mahasiswa dari Universitas Oxford, hal ini di dukung lagi dengan di
temukannya mesin cetak pada tahun 1455 oleh Johannes Gutenberg, maka Alkitab
dapat di perbanyak dan di terjemahkan. Pada awal abad ke-16 yakni tahun 1517
Martin Luther seorang doktor di bidang studi kitab suci dari agama Roma
katolik, tampil sebagai reformator memprotes kondisi gereja yang sudah banyak
menyimpang dari ajaran kristen. Akibatnya muncullah kelompok Lutheran yang
dimana kelompok ini mencoba menekankan ajaran kristen leibih mengarah kepada
pertobatan dan menghimbau agar masyarakat yang menjadai kristen pada masa itu
kembali bertobat dan jangan menyimpang dari ajaran kristen. Selain Martin
luther muncul ajaran John Calvin pada tahun 1535 yang menitik beratkan
ajarannya pada “iman”.
Perubahan bagi para pengikut ajaran kristen semakin
berkembang dan susul menyusul melakukan perubahan, pada tahun 1612 John Smith
memipin kelompok babptis, kelompok ini kemudian sangat berkembang di Amerika.
Pada abad 18 aliran methodis muncul yang di ajarkan oleh John Wesly pada tahun
1739, yang membawa emangat kebangunan rohani dan juga menitik beratkan
ajarannya kepada kesucian hidup. Latar belakang kerohanian Methodis berawal
dari semangat dan sebagai reaksi terhadap aliran lutheran dan calvinis yang mulai
tenggelam dalam kemapanan dan rutinitas ritual.
Pada tahun 1865 William Booth yang berlatar belakang methodisme
mendirikan aliran Bala keselamatan yakni suatu aliran yang mempunyai visi pada
masalah sosial. Seiring dengan itu pula muncul aliaran yang menekankan
ajarannya pada penginjilan, missionaris, dan kesembuhan illahi, aliran ini
dikenalkan oleh Finney dan Moody dengan nama kegerakan Brethern sekitar
1830-1895. memasuki abad ke-20, tepatnya tanggal 01 januari 1901, dalam sebuah
kebaktian doa menyambut Tahun baru di topeka, kansas city, yang dipimpin oleh
Pdt, Charles fox parham, terjadilah suatu kegemparan ketika Agnes Labere Ozman
dipenuhi Rohkudus. Inilah awal dari munculnya aliran pantekosta dan mulai
menyebar ke seluruh bagian dunia. Maka di abad ke-20 ini melalui adanya gerakan
Pantekosta telah menumbuhkan perkembangan gereja yang semakin memurnikan ajaran
kristen yang di sebarkannya.
Gerakan pantekosta adalah lanjutan dari “gerakan
kesucian” (holliness Movement) yang mulai lahir dari kelompok Methodis
pada dasawarsa 1830-an atau pertengahan abad ke 19 di USA. Karena keadaan
rohani yang sedang mandek di gereja-gereja arus utama yaitu Lutheran dan
calvinis. Seperti di singgung sebelumnya
bahwa semangat kerohanian Methodispun di ilhami oleh kelompok “pietiesme”
pada abad-abad sebelumnya yang mendambakan kehidupan rohani yang lebih baik
dari status quo, karena baik dari aliran Lutheran maupun Calvinis mulai
terjebak dalam rutinitas sehingga melembaga dengan kuat dengan nilai-nilai
pembaharuan rohani mulai kering. Pada paruh kedua abad ke 19 muncul banyak
kelompok / gerakan pembaharuan yang mendambakan gerakan rohani. Berbagai
denominasi baru dari latar belakang “kesucian” mulai berkembang, ada yang tetap
loyal kepada gereja methodis tapi ada juga mulai independen dan membentuk
organisasi baru antara lain Church of God yang didirikan oleh Daniel S
Warner tahun 1880 yang berpusat dikota Anderson ( ini hanyalah satu diantara
beberapa nama gereja Church of God yang lahir menjelang abad ke 20).
Selain itu Fire Baptised Holiness Church atau Gereja Kesucian Baptisan
Api berdiri Tahun 1895 dengan pemimpinnya B.H Irwin. Kelompok – kelompok ini
merupakan mata rantai penting yang menyambungkan gerakan kesucian dengan gerakan
pantekosta di abad ke 20.
Charles fox Parham adalah salah satu pendeta di Episcopal
Methodis Church yang meninggalkan gereja itu karena dirasakan sudah kurang
mementingkan kesucian hidup dan kurang menekankan peranan dan karunia – karunia
Roh Kudus serta penyembahan Ilahi.12 Tahun 1898 Parham membuka wisma
penyembuhan ilahi dengan nama “Bethel Healing Home” di Topeka kansas.
Menjelang akhir tahun 1900 beliau membuka Sekolah Alkitab Bethel ( Bethel
Bible School ) di luar kota Topeka. Pada liburan natal 1900 pendeta Parham
mengadakan tour penginjilan keluar kota dan menugaskan para siswa untuk
mengkaji kebenaran tentang babptisan Roh Kudus seperti yang tertulis dalam
Kitab Kisah Para Rasul 1 dan 2. Penyelidikan ini membuka banyak rahasia tentang
perlunya kepenuhan Roh Kudus dan glossolalia bagi setiap orang yang percaya.
Akibanya pada malam pergantian Tahun menjelang 1 januari 1901,
ketika mereka sedang berdoa, seorang murid yang bernama Agnes Ozman dipenuhi
Roh Kudus sambil berbahasa lidah ketika pendeta pendeta Charles Parham
meletakkan tangan keatasnya. Inilah pertama kali Roh Kudus dicurahkan di akhir
zaman, menandai lahirnya Gerakan Pantekosta, dan sejak itu sungai roh kudus
telah mengalir dengan deras ke seluruh penjuru dunia membawa kemajuan dan kegerakan
rohani yang luar biasa, sampai pada tahun 1921 gerakan pantekosta telah tiba di
Indonesia.
Misionaris Pantekosta yang datang ke Indonesia adalah Richard van
Klaveren dan istrinya serta Cornelius E Groesbeek dan istrinya beserta dua
orang anaknya yakni Yenny dan corry. Mereka di utus oleh pendeta W.H Offiler
pemipin gereja “ Bethel Tempel” di Seattle, Negara bagian Washington
Amerika Serikat. Menurut catatan, ibu groesbeek meninggal dan dimakamkan di
Surabaya pada bulan oktober 1934, dan Rev. Van Klaveren di makamkan di kota
Jakarta.
Dalam pembahasan perkembangan Pantekosta tidak
terlepas dari Perkembangan Agama Kristen di Indonesia. Dalam penyebaran Agama
Kristen di Indonesia, Agama Kristen Khatolik adalah yang pertama tiba di
Indonesia. Agama ini tiba pada tahun 1512 atau sekitar abad ke 16 Masehi yang
di bawakan oleh Portugis kemudian menyebarkannya hampir keseluruh wilayah
nusantara. Kemudian menyusul Agama Kristen Protestan yang dibawakan oleh
pemerintahan Kolonial Belanda. Akan tetapi dari Lima Agama besar yang tumbuh
dan berkembang di Indonesia tidak ada satupun yang asli Indonesia, semuanya
import dari luar, sehingga sepatutnya tidak ada yang boleh lebih mengklaim
lebih Indonesia dari pada yang lain Karena semua turut membesarkan dan membangun
Indonesia.
Termasuk Aliran Pantekosta yang masuk pada Tahun 1921 yakni
sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia. Aliran pantekosta pertama dikenalkan di
daerah Bali, akan tetapi dalam penyebarannya di daerah tersebut mendapat
hambatan – hambatan antara lain para penyebar ajaran Pantekosta tersebut
dianggap sebagai mata – mata oleh pasukan belanda dan mendapat pengawalan ketat
dari pihak Belanda. Faktor lain adalah, adanya protes dari masyarakat Bali
serta pemuka agama Hindu di Bali yang beranggapan bahwa penyebaran Aliran
Pantekosta sangat mengganggu dan bisa merusak budaya Bali, maka pada tahun 1923
rev Cornelius Groesbeek dan rev Richard Van Klaveren yang mencoba menyebarkan
Aliran Pantekosta tersebut beralih menuju pulau jawa tepatnya di kota Cepu.
Di
kota tersebut F.G Van Gessel seorang belanda yang bertobat oleh pekabaran injil
dan menerima ajaran Pantekosta. Beliau merupakan orang yang menjadi jemaat
pertama hasil penginjilan dari rev Cornelius dan rev Richard Van Klaveren, dan
berawal dari kesediaannya menerima ajararan pantekosta tersebut Keempat faktor
tersebutlah yang menyebabkan terjadinya rentetan perpecahan sehingga
menyebabkan jumlah gereja Pantekosta dari 1 nama gereja menjadi 25 nama gereja.
Ini dapat dilihat dari beberapa pendeta yang keluar memisahkan diri dari
organisasi gereja Pantekosta dan mendirikan gereja baru, seperti:
1. J. Thiessen pada tahun 1923 keluar dan mendirikan Pinksterbeweging,
kemudian dikenal dengan nama
Gereja Gerakan Pentakosta (GGP).
2. M.A. van Alt pada tahun 1931 keluar dan mendirikan De
Pinkerster Zending, kini dikenal dengan nama Gereja Utusan Pentakosta
(GUP).
3. F. van Akoude pada tahun 1931 keluar dan mendirikan
Gemeente van God, kemudian hari dikenal dengan nama Gereja Sidang Jemaat
Allah.
4. Pdt. D.
Sinaga pada tahun 1941 keluar dan mendirikan Gereja Pentakosta Sumatera
Utara (GPSU) atau dikenal dengan nama GPdI-Sinaga.
5. Pdt. Tan Hok Tjwan pada tahun 1946 keluar dan
mendirikan Sing Ling Kau Hwee yang kini dikenal dengan nama Gereja
Isa Almasih (GIA).
6. Pdt. Renatua Siburian pada tahun 1948 keluar dan
mendirikan Gereja Pentakosta Sumatera Utara atau dikenal GPdI Siburian.
7. Pada tahun 1951 beberapa pendeta keluar dan
mendirikan Gereja Sidang Jemaat Pentakosta.
8. Pdt. T.G. van Gessel dan H.C. Senduk pada tahun
1952 keluar dan mendirikan Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS).
9. Pada
tahun 1957 GBIS pecah dan Pdt. G. Sutupo dan Ing. Yuwono mendirikan Gereja
Bethel Tabernakel (GBT).
10.
Pdt. Ishak Lew keluar pada tahun 1959 dan mendirikan Gereja Pentakosta Pusat
Surabaya (GPPS).
11.
Pada tahun 1960 GBIS pecah lagi dan Pdt. A. Parera mendirikan Gereja
Nazareth Pentakosta (GNP).
12.
Pdt. Karel Sianturi dan Pdt. Sianipar pada tahun 1966 keluar dan mendirikan
GPSU atau dikenal dengan nama GPdI-Sianturi.
13. Pdt. Korompis keluar pada tahun 1966
dan mendirikan Gereja Pentakosta Indonesia (GPI).
14.
Pada tahun 1967 para pemimpin gereja-gereja Pentakosta di Surabaya dan Timor
keluar dan mendirikan Gereja Pentakosta Elim (GPE).
15.
Pada tahun 1969 GBIS pecah lagi dan Pdt. H.L. Senduk mendirikan Gereja
Bethel Indonesia (GBI) dan Pdt. Jacob Nahuway mendirikan GBI Mawar Saron.
Pada tahun
1970 Gereja Bethel Tarbernakel pecah dan Ing. Yuwono mendirikan Gereja
Pentakosta Tarbernakel (GPT).
Meskipun perpecahan demi perpecahan terjadi, namun
mereka tetap berafiliasi pada satu nama yaitu Pantekosta, sehingga timbul
inisiatif untuk menyatukan kembali sikap dan pandangan gereja-gereja beraliran
Pantekosta. Hal ini diwujudkan dengan berdirinya Dewan Kerjasama
Gereja-gereja Kristen Pantekosta Seluruh Indonesia (DKGKPSI) dan Persekutuan
Pantekosta Indonesia (PPI). Tetapi pada tanggal 10 September 1979, kedua
organisasi tersebut membubarkan diri dan bergabung menjadi satu wadah dengan nama
Dewan Pantekosta Indonesia (DPI). Pada Musyawarah Besar (Mubes) I DPI
yang diadakan pada tahun 1984, terpilih sebagai Ketua Umum adalah Pdt. W.H.
Bolang. Dan pada Mubes II DPI berhasil memilih Pdt. A.H. Mandey sebagai Ketua
Umumnya. Dan Pada Mubes DPI III di Caringin, Bogor, terpilih sebagai Ketua
Umumnya adalah Pdt. M.D. Wakkary. Hingga saat ini ada sekitar 58
Sinode/organisasi Gereja beraliran Pentakosta yang bergabung dalam DPI.
Meskipun sudah
mengalami perpecahan beberapa kali, namun GPdI tetap merupakan gereja
Pantekosta yang terbesar di Indonesia. Di antara Gereja-gereja Pantekosta yang
terbesar lainnya terdapat Gereja Bethel Indonesia dan Gereja Sidang Jemaat
Allah. Ada beberapa gereja Pantekosta yang sudah masuk menjadi anggota
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), seperti Gereja Isa Almasih,
Gereja Bethel Injil Sepenuh, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, dan Gereja
Gerakan Pantekosta. Jumlah anggota seluruh gereja Pantekosta di Indonesia lebih
kurang dua juta. Hal ini berarti, bahwa Gerakan Pantekosta meliputu 10% seluruh
umat Kristen di Indonesia
I.3.
Pergerakan Gereja Pantekosta di Indonesia
Pada tahun
1919 sejarah gereja aliran GPDI dimulai Tuhan memberikan penglihatan untuk
kedua pasang suami isteri, Richard Van KLaveren dan Cornelis E. Crosbeek dalam
suatu ibadah di Betle Temple Meeting, Washington, Amerika Serikat.
Penglihatan
itu Tuhan memberikan perintah untuk pergi ke Nedherland Oost Indie, yang
sekarang adalah Indonesia.
Pengabaran
Injil Gerakan Pantekosta melalui Kuasa Roh Kudus menyertai pelayanan
hamba-hamba Tuhan dan pelayanan pertama di Indonesia di Cepu, Jawa Timur tahun
1921.
I.4.
Struktur Organisasi Gereja Pantekosta di
Indonesia
Forum tertinggi dalam Gereja
Pantekosta di Indonesia (GPdI) ialah Musyawarah Besar yang diadakan 4 tahun
sekali. Musyawarah besar ini berfungsi untuk memilih pimpinan tingkat nsional
serta menetapkan Garis Besar Program Kerja (GBPK), dalam susunan
kepengurusannya pimpinan tingkat nasional disebut dengan Majelis pusat. Majelis
Pusat beranggotakan 24 orang yang di bagi dalam menjabat dan pelaksana tugas
sesuai dengan ketetapan hasil Musyawarah Besar.
Adapun jabatan dan tugas
tersebut adalah sebagai berikut: 1 orang menjabat sebagai ketua umum, 4 orang
menjadi ketua, 1 orang menjabat sebagai Sekertaris Umum, 3 orang menjadi
sekertaris, 1 orang Bendahara Umum, 2 orang bendahara, dan 12 orang menjabat
sebagai pimpinan departemen, yaitu: Deparetemen penginjilan, Departemen
pengembalaan, Departemen Penginjilan dan Pengajaran, Departemen
Pengorganisasian, Departemen Diakonia Sosial dan Pembangunan, Departemen
Pelayanan Wanita, Departemen pelayanan Anak, Departemen Pelayanan Pemuda,
Departemen Pelayanan Pria, Departemen pengembangan jemaat dan luar negri,
Departemen External, serta Departemen literature dan media massa.
Kemudian
majelis pusat mengangkat pengurus wadah – wadah tingkat nasional yang disebut
dengan Komisi Pusat, komisi Pusat ini berjumlah 8 buah yaitu sebagai berikut:
Pelayanan Anak ( PELNAP), Pelayanan
Wanita Pantekosta (PELWAP), Pelayanan Pria Pantekosta (PELPRIP), Pelayanan
Profesi dan Usahawan Pantekosta (PELPRUP), Forum Komunikasi Anak Hamba Tuhan
Pantekosta ( PELNAP), Pelayanan Wanita Pantekosta (PELWAP), Pelayanan Pria
Pantekosta (PELPRIP), Pelayanan Profesi dan Usahawan Pantekosta (PELPRUP),
Forum Komunikasi Anak Hamba Tuhan (FKHT), Komisi Pusat Penginjilan (KPP)
ditambah 2 badan lainnya yaitu Badan Penelitian Pengembangan (BALITBANG) serta
dewan curator SA/STA. Sebelum Mubes diadakan, maka disetiap daerah
diselenggarakan Musyawarah Daerah (Musda) yang tujuannya antara lain memilih
pimpinan tingkat Daerah yang disebut dengan Majelis Daerah. Gereja Pantekosta
di Indonesia (GPdI) kini memiliki 22 Majelis Daerah yang tersebar di 28
propinsi di Indonesia. Adapun Majelis Daerah tersebut antara lain sebagai
berikut: Majelis Daerah 1 yaitu: Daerah Sumatera Utara dan Aceh, Majelis Daerah
2 yaitu: Daerah Riau, Majelis Daerah 3 yaitu: Daerah Sumatera selatan, Jambi
dan Bengkulu, Majelis Daerah 4 yaitu: Daerah Lampung, Majelis Daerah 5 yaitu:
Daerah DKI Jakarta, Majelis Daerah 6 yaitu: Daerah Jawa Barat dan Banten,
Majelis Daerah 7 yaitu: Daerah Jawa Tengah, Majelis Daerah 8 yaitu: Daerah Jawa
Timur, Majelis Daerah 9 yaitu: Daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat, Majelis
Daerah 10 yaitu: Daerah Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Majelis
daerah 11 yaitu: Daerah Kalimantan Barat, Majelis Daerah 12 yaitu: Daerah
Kalimantan Tenggara, Majelis Daerah 13 yaitu: Daerah Kalimantan Timur, Majelis
Daerah 14 yaitu, Daerah Sulawesi Selatan, Majelis Daerah 15 yaitu: Daerah Sulawesi
Utara, Majelis Daerah 16 yaitu: Daerah Sulawesi Tenggara, Majelis Daerah 17
yaitu: Daerah Gorontalo, Majelis Daerah 18 yaitu: Daerah Maluku, Majelis Daerah
19 yaitu: daerah Papua, Majelis Daerah 20 yaitu: Daerah jogyakarta, Majelis
Daerah 21 yaitu: Daerah Kalimantan Selatan dan yang terakhir Majelis Daerah 22
yaitu: Daerah Sumatera Barat. Setelah terpilih maka setiap Majelis Daerah akan
mengangkat Pengurus wadah – wadah tingkat daerah sesuai kebutuhan yang disebut
dengan Komisi Daerah, selain itu Majelis Daerah juga menetapkan Majelis –
majelis Wilayah sesuai kebutuhan, dan majelis wilayahpun akan menetapkan
pengurus wadah tingkat wilayah yang disebut komisi wilayah. Setiap Majelis
Wilayah membawahi gembala – gembala yang menjadi basis utama pelayanan Gereja
Pantekosta di Indonesia dan gembala – gembala mengangkat pengurus wadah tingkat
sidang jemaat. Berdasarkan data dalam Musyawarah Besar ke-26 Tahun 1990 di
istora senayan Jakarta kini Gereja Pantekosta di Indonesia telah memiliki
10.000 sidang jemaat di seluruh Indonesia.
Dalam hal kependetaan waktu yang ideal bagi seseorang untuk
mencapai gelar pendeta penuh Gereja Pantekosta di Indonesia, rata – rata
berkisar 10 tahun ( dihitung sejak mulai fulltime terjun dalam pelayanan).
Waktu yang cukup lama tersebut harus di tempuh dan harus melewati fase – fase
sebagai berikut: Mula – mula adalah Training Center (TC) di sebuah pastori
se-kurangnya 1 Tahun, kemudian memasuki Sekolah Alkitab kelas satu dengan masa
pendidikan selama satu tahun. Setelah selesai pendidikan selanjutnya akan
mengikuti praktek pelayanan selama satu tahun di daerah yang ditempatkan oleh
Sekolah Alkitab Tersebut sebagai pengerja.
Setelah menyelesaikan praktek pelaya nan kemudian melanjutkan
kembali pendidikan di Sekolah Alkitab untuk masuk dikelas dua dengan pendidikan
selama satu tahun penuh, setelah itu kemudian di praktekkan kembali di daerah
yang ditentukan oleh Sekolah Alkitab minimal satu tahun. Selanjutnya,
diwajibkan membuka penginjilan baru dan memiliki sidang jemaat minimal satu
tahun lagi. Bila sudah memiliki pelayanan yang stabil dan rutin, akan di
tetapkan oleh Majelis Daerah menjadi Gembala Jemaat dengan gelar Pendeta
Pembantu (PDP), dan bila pelayanannya terus berkembang 2 tahun kemudian dapat
dipromosikan untuk memperoleh gelar Pendeta Muda (PDM).
Dan jika Majelis Daerah merekomendasikan lagi, maka 2 tahun
kedepannya yang bersangkutan baru dapat dilantik sebagai Pendeta penuh (PDT)
tepatnya dilantik ketika Musyawarah Besar sedang berlangsung. Jadi dalam
organisasi Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) untuk mendapatkan gelar
ke-pendetaan akan membutuhkan waktu yang cukup lama, akan tetapi itu merupakan
hasil yang sudah direvisi sebelumnya menurut AD/ART GPdI yang lama, jarak
antara Pendeta Pembantu ke Pendeta Muda masing – masing harus menjalani 4 tahun
pelayanan. Dalam membangun sidang jemaat para Pendeta GPdI tidak digaji oleh
organisasi maupun subsidi dari pihak mana pun jadi hanya bermodalkan ke
imanannya utnuk membangun gedung gereja dan juga untuk biaya hidup sehari – hari.
I.5.
Misi Pelayanan GPDI ANTIOKHIA
Pelayanan GPDI
Antiokhia ini berdiri karena kehendak Tuhan, Misi pelayanan GPDI Antiokhia
adalah: Menjadi Rumah Pengharapan untuk jemaat lokal yang mau dididik, diberi
makan sesuai Kebenaran Firman Tuhan dan siap menjadi saksi bagi banyak orang.
Strategi misi pelayanan antara lain:
1. Meningkatkan
pelayanan Ibadah Rayon untuk menjangkau jiwa yang belum pernah ibadah atau
sudah lama tidak beribadah.
2. Menjangkau
semua Orang Tua dalam jemaat gereja lokal menjadi orang tua yang mendidik dan
memperkenalkan Tuhan Yesus menjadi Juruselamat.
3. Pelayanan
“Pendampingan” untuk Remaja dengan menggandeng Pemuda dan Dewasa Muda.
4. Pelayanan
untuk anak-anak Muda siap menjadi tiang-tiang Gereja Lokal, masuk dalam semua
aspek pelayanan di Gereja Lokal dan Pelayanan Sosial.
5. Pelayanan
Pria dan Wanita mendukung semua misi pelayanan Gereja Lokal.
BAB II
Kesimpulan
Sejak kaisar
Konstantin menerima ajaran kristen, gereja mengalami kemerosotan karena
banyaknya kemudahan yang di berikan kepada gereja sehingga para pemuka gereja
pada waktu itu terlena dengan kondisi yang demikian. Kemudian kemerosostan
gereja ditambah lagi ketika uskup Leo menjadi Uskup yang pertama pada tahun 440
Masehi, ia mencampurkan injil dengan kepercayaan Romawi. Selain itu juga pada
waktu itu Gereja telah mencampuri urusan Politik yang merupakan penyebab utama
penurunan kualitas rohani para pemuka gereja. Pimpinan gereja menjadi pimpinan
Negara. Gereja tenggelam dan telah memasuki zaman kegelapan, akan tetapi secara
fisik gereja tetap ada dalam kemewahan, tetapi buruk secara ke Rohaniannya dan
situasi ini pun berlangsung hingga sampai abad ke 15 masehi.
Abad 15 Masehi merupakan abad pemulihan gereja kembali. Pada tahun
1384 Alkitab pertama kali di terjemahkan oleh John Wicliffe yang merpakan
seorang mahasiswa dari Universitas Oxford, hal ini di dukung lagi dengan di
temukannya mesin cetak pada tahun 1455 oleh Johannes Gutenberg, maka Alkitab dapat
di perbanyak dan di terjemahkan. Pada awal abad ke-16 yakni tahun 1517 Martin
Luther seorang doktor di bidang studi kitab suci dari agama Roma katolik,
tampil sebagai reformator memprotes kondisi gereja yang sudah banyak menyimpang
dari ajaran kristen. Perubahan bagi para pengikut ajaran kristen semakin
berkembang dan susul menyusul melakukan perubahan, pada tahun 1612 John Smith
memipin kelompok babptis, kelompok ini kemudian sangat berkembang di Amerika.
Pada abad 18 aliran methodis muncul yang di ajarkan oleh John Wesly pada tahun
1739, yang membawa emangat kebangunan rohani dan juga menitik beratkan
ajarannya kepada kesucian hidup. Pada tahun 1865 William
Booth yang berlatar belakang methodisme mendirikan aliran Bala keselamatan
yakni suatu aliran yang mempunyai visi pada masalah sosial. Seiring dengan itu
pula muncul aliaran yang menekankan ajarannya pada penginjilan, missionaris,
dan kesembuhan illahi, aliran ini dikenalkan oleh Finney dan Moody dengan nama
kegerakan Brethern sekitar 1830-1895. memasuki abad ke-20, tepatnya tanggal 01
januari 1901, dalam sebuah kebaktian doa menyambut Tahun baru di topeka, kansas
city, yang dipimpin oleh Pdt, Charles fox parham, terjadilah suatu kegemparan
ketika Agnes Labere Ozman dipenuhi Rohkudus. Inilah awal dari munculnya aliran
pantekosta dan mulai menyebar ke seluruh bagian dunia. Maka di abad ke-20 ini
melalui adanya gerakan Pantekosta telah menumbuhkan perkembangan gereja yang
semakin memurnikan ajaran kristen yang di sebarkannya, dan lain-lain.
Dengan mengetahui sejarah dan struktur GPDI
maka kita akan lebih mengerti dan menambah ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
repository.usu.ac.id
1 Comments
The 23 Best Casinos Near Houston, TX
ReplyDeleteThis is the 서울특별 출장마사지 city that I like best. 영주 출장마사지 The closest casino to 태백 출장마사지 Houston, it's the 시흥 출장마사지 Tropicana Grande, with 4.7 million square feet of 의정부 출장샵 gaming and more than